Ah.. Darah birahiku kembali berdesir. Penis kecilku mulai tegang. Hidungku kepingin tahu bagaimana bau celana dalam orang secantik Bude Ambar yang mirip bintang sinetron Shirley ini. Dengan agak gemetar tanganku mendekatinya. Pelan dan hati-hati aku pungut celana dalam itu. Aku merasakan seakan ada stroomnya saat ujung jariku menyentuhnya. Darahku naik ke kepala membuat wajahku terasa sembab dan ubun-ubunku memanas. Dengan mempertemukan ibu jari dan jari telunjuk aku mengambil tepian celana dalam dengan cara menjepitnya. Rasanya aku tak ingin celana dalam Bude Murni ini ter-kontaminasi oleh tangan-tanganku. Kembali darahku berdesir. Mataku menatap tajam. Kusaksikan lebih dekat kain lembut yang beberapa waktu sebelumnya telah menutupi bagian milik Bude Murni yang paling rahasia. Tanpa ragu dengan jantungku yang berdegup-degup sambil setengah menutup mata kudekatkan celana Bude Murni itu ke hidungku. Aku segera menangkap baunya. Oohh.. Sepertinya aku dibawa melayang. Bau pesing kencing dan asem keringat selangkangan Bude Murni membuat aku serasa terbang. Aku terayun dan terlempar dalam awang nikmat surgawi. Bau pesing dan asem itu seketika menjadi wewangian memabukkan. Tak pernah kutemui wewangian senikmat ini. Ahh.. Kini aku merasakan betapa hasrat birahiku meledak dan terbakar menyala. Nafsu syahwatku menggelegak. Aku nanar dan menjadi liar. Khayalanku tak mampu kukendalikan. Dia terbang menuntunku menciumi selangkangan Bude Murni. Bibir dan lidahku melata di seluruh pori-porinya. Kurasakan seakan Bude Murni telah menantikan jilatan dan kecupan bibirku pada vagina dan selangkangannya. Dia mengangkangkan lebih lebar kedua pahanya yang putih bersih itu agar bibir dan lidahku lebih leluasa menjelajahinya. Jari tanganku dengan terburu-buru melepasi anak kancing celanaku. Kukeluarkan penis kecilku. Kini aku mulai mengelus-elus dan memijatinya. Kemudian mengocok-ocoknya. Dengan segenap jari-jari tanganku akhirnya celana dalam Bude Murni kugenggam erat. Kemudian dengan tanpa ragu serta penuh nafsu syahwat birahi kubekapkan celana dalam itu ke mukaku. Bagian bawahnya yang paling kuning pekat kumasukkan ke mulut. Aku melumat-lumatnya. Aku ingin kencing atau keringatnya yang kuning pekat itu larut dalam ludahku. Aku ingin mengecap-ecap dan mengisep-isepnya. Aku ingin merasai kencing dan keringat Bude Murni. Aku ingin menelannya. Kocokkan tangan pada penisku semakin kupercepat. Aku merasakan kenikmatan syahwat yang tak terhingga. Bayangan Bude Murni yang menggeliat-geliat sambil mendesah-desah karena kegatalan menerima kecupan dan jilatanku melipatkan hasrat birahiku. Bahkan dia merenggut kepalaku. Dia tarik wajahku dan ditenggelamkannya lebih dalam ke selangkangannya. Genggaman kocokkanku semakin kuperketat. Aku tahu air maniku terus mendesak ingin muncrat. Kurasakan asin pada lumatan di mulutku. Kencing dan keringat selangkangan Bude Murni telah larut dalam ludahku. Sepertinya tangan Bude Murni meremas-remas rambutku. Tubuhnya bergoyang. Pantatnya maju mundur menahan nikmat syahwatnya. Kudengar dia mendesah, merintih atau meracau, "Terus Wan. Enak Wan. Jilati terus vagina Bude Wan. Ayyoo.." Aaacchh.. Tanganku merasakan urat penis kecilku berkedut dan mengangguk-angguk. Air maniku muncrat menembaki dinding kamar mandi Bude Murni. Aku merapat ke pintu. Kenikmatan sperma yang merambati saraf-saraf di seputar penisku begitu terasa nikmatnya. Celana dalam Bude Ambar masih nyumpal di mulutku. Bagian yang di arah vaginanya telah kuyup oleh ludahku. Aku balik dari awang-awang setelah menjilat dan melumati selangkangan dan vaginanya Bude Murni. Kini khayalanku memerosotkan tubuhku. Aku jongkok sambil bersandar ke kloset. Dengan hati-hati celana dalam Bude Ambar kukembalikan ke gantungannya. Kutaruh kembali dan kutata-tata sesuai semula agar tidak menimbulkan kecurigaan Bude Murni. Sehabis mandi Seno mengajak aku keliling kebon apel yang berada di belakang rumahnya. Aku melihat sungai yang mengalir di dalamnya. Airnya sangat jernih. Nampak ikan-ikan kecil pada berseliweran. Tetapi saat aku mendekat dan mengamatinya yang nampak hanyalah celana dalam Bude Murni yang wangi air kencing dan keringatnya itu. Aku sama sekali kehilangan dorongan untuk makan apel atau mancing. Aku masih berada dalam jerat birahiku. Aku masih terseret dalam obsesi syahwatku pada celana dalam Bude Murni.
Celana Dalam Budhe Murni
Ah.. Darah birahiku kembali berdesir. Penis kecilku mulai tegang. Hidungku kepingin tahu bagaimana bau celana dalam orang secantik Bude Ambar yang mirip bintang sinetron Shirley ini. Dengan agak gemetar tanganku mendekatinya. Pelan dan hati-hati aku pungut celana dalam itu. Aku merasakan seakan ada stroomnya saat ujung jariku menyentuhnya. Darahku naik ke kepala membuat wajahku terasa sembab dan ubun-ubunku memanas. Dengan mempertemukan ibu jari dan jari telunjuk aku mengambil tepian celana dalam dengan cara menjepitnya. Rasanya aku tak ingin celana dalam Bude Murni ini ter-kontaminasi oleh tangan-tanganku. Kembali darahku berdesir. Mataku menatap tajam. Kusaksikan lebih dekat kain lembut yang beberapa waktu sebelumnya telah menutupi bagian milik Bude Murni yang paling rahasia. Tanpa ragu dengan jantungku yang berdegup-degup sambil setengah menutup mata kudekatkan celana Bude Murni itu ke hidungku. Aku segera menangkap baunya. Oohh.. Sepertinya aku dibawa melayang. Bau pesing kencing dan asem keringat selangkangan Bude Murni membuat aku serasa terbang. Aku terayun dan terlempar dalam awang nikmat surgawi. Bau pesing dan asem itu seketika menjadi wewangian memabukkan. Tak pernah kutemui wewangian senikmat ini. Ahh.. Kini aku merasakan betapa hasrat birahiku meledak dan terbakar menyala. Nafsu syahwatku menggelegak. Aku nanar dan menjadi liar. Khayalanku tak mampu kukendalikan. Dia terbang menuntunku menciumi selangkangan Bude Murni. Bibir dan lidahku melata di seluruh pori-porinya. Kurasakan seakan Bude Murni telah menantikan jilatan dan kecupan bibirku pada vagina dan selangkangannya. Dia mengangkangkan lebih lebar kedua pahanya yang putih bersih itu agar bibir dan lidahku lebih leluasa menjelajahinya. Jari tanganku dengan terburu-buru melepasi anak kancing celanaku. Kukeluarkan penis kecilku. Kini aku mulai mengelus-elus dan memijatinya. Kemudian mengocok-ocoknya. Dengan segenap jari-jari tanganku akhirnya celana dalam Bude Murni kugenggam erat. Kemudian dengan tanpa ragu serta penuh nafsu syahwat birahi kubekapkan celana dalam itu ke mukaku. Bagian bawahnya yang paling kuning pekat kumasukkan ke mulut. Aku melumat-lumatnya. Aku ingin kencing atau keringatnya yang kuning pekat itu larut dalam ludahku. Aku ingin mengecap-ecap dan mengisep-isepnya. Aku ingin merasai kencing dan keringat Bude Murni. Aku ingin menelannya. Kocokkan tangan pada penisku semakin kupercepat. Aku merasakan kenikmatan syahwat yang tak terhingga. Bayangan Bude Murni yang menggeliat-geliat sambil mendesah-desah karena kegatalan menerima kecupan dan jilatanku melipatkan hasrat birahiku. Bahkan dia merenggut kepalaku. Dia tarik wajahku dan ditenggelamkannya lebih dalam ke selangkangannya. Genggaman kocokkanku semakin kuperketat. Aku tahu air maniku terus mendesak ingin muncrat. Kurasakan asin pada lumatan di mulutku. Kencing dan keringat selangkangan Bude Murni telah larut dalam ludahku. Sepertinya tangan Bude Murni meremas-remas rambutku. Tubuhnya bergoyang. Pantatnya maju mundur menahan nikmat syahwatnya. Kudengar dia mendesah, merintih atau meracau, "Terus Wan. Enak Wan. Jilati terus vagina Bude Wan. Ayyoo.." Aaacchh.. Tanganku merasakan urat penis kecilku berkedut dan mengangguk-angguk. Air maniku muncrat menembaki dinding kamar mandi Bude Murni. Aku merapat ke pintu. Kenikmatan sperma yang merambati saraf-saraf di seputar penisku begitu terasa nikmatnya. Celana dalam Bude Ambar masih nyumpal di mulutku. Bagian yang di arah vaginanya telah kuyup oleh ludahku. Aku balik dari awang-awang setelah menjilat dan melumati selangkangan dan vaginanya Bude Murni. Kini khayalanku memerosotkan tubuhku. Aku jongkok sambil bersandar ke kloset. Dengan hati-hati celana dalam Bude Ambar kukembalikan ke gantungannya. Kutaruh kembali dan kutata-tata sesuai semula agar tidak menimbulkan kecurigaan Bude Murni. Sehabis mandi Seno mengajak aku keliling kebon apel yang berada di belakang rumahnya. Aku melihat sungai yang mengalir di dalamnya. Airnya sangat jernih. Nampak ikan-ikan kecil pada berseliweran. Tetapi saat aku mendekat dan mengamatinya yang nampak hanyalah celana dalam Bude Murni yang wangi air kencing dan keringatnya itu. Aku sama sekali kehilangan dorongan untuk makan apel atau mancing. Aku masih berada dalam jerat birahiku. Aku masih terseret dalam obsesi syahwatku pada celana dalam Bude Murni.