Cerita Dewasa - Satu hari dapat kulewati, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, enam hari, tujuh hari berhasil kuredam gairah ini, kepalaku sering terasa pening dengan detak jantung yang tidak beraturan, aku juga terus menolak keinginan Mang Nurdin namun mang Nurdin seakan tidak pernah merasa lelah dan bosan untuk mengajakku kembali menikmati sebuah sensasi kemesuman, hampir setiap hari ia membisikiku dengan kata-kata cabul dan menatapku dengan tatapan mesumnya, dikala sepi ia sering sengaja mengeluarkan batang kemaluannya dari kejauhan dan mengacungkan-ngacungkan batangnya kearahku, ia terus mengincarku dan mencari-cari kesempatan.
Seperti yang terjadi hari Sabtu itu, di sebuah tempat yang sepi, sebuah becak sengaja mencegatku hingga aku terpojok, aku menelan ludah. Dari atas sadel becaknya mang Nurdin mengeluarkan sesuatu, benda itu seharusnya tidak boleh terlihat di tempat terbuka yang sangat riskan bagiku dan dirinya, ahhh, benda itu begitu besar dan panjang, jantungku berdetak kencang sambil menatap batangan di selangkangan Mang Nurdin. “Mang Nurdin, apa-apaan sihh…!!, nanti ada yang liatt…!!” “tolong mamang Non, rasanya kepala Mang Nurdin sudah mau pecah…, Kepala ini rasanya pusing sekali Nonn…,silahkan naik Non…, silahkan…” “ayo Naik Nonn….” Karena aku tetap terdiam, Ia turun dari atas sadel becak dan memaksaku untuk naik ke atas becaknya dan mengantarku pulang. Di dalam becak aku termenung, aku sering mengalami gejala yang sama dengan Mang Nurdin, kepala pusing seperti mau pecah, gelisah, resah, seolah-olah ingin berteriak keras-keras untuk melepaskan semua beban berat yang menggunung didadaku, becak mang Nurdin melaju dengan cepat kemudian berhenti di depan rumahku. “turun Non.. “ “tapi mang…, “ “tolong nonnn, sekali ini sajaaa, mamang benar-benar sudah nggak tahan..”
Mang Nurdin memohon kepadaku dengan tatapan mata yang memelas,aku menundukkan wajahku dalam-dalam, setelah merantai roda belakang becaknya pada pagar rumahku ia mengekoriku dari belakang hingga masuk ke dalam rumah dan mendorongku hingga terjengkang di atas kursi sofa panjang di ruangan tamu. Ohhhh….ia memelorotkan celana boxer dan celana dalamnya sekaligus, dengan santai Mang Nurdin memperlihatkan batangnya untukku, ia bahkan menawarkan untuk menyentuh benda itu kepadaku yang sedang menatap batang miliknya. “mau megang non ??” “ehh.., nggak usah mang…, “ “ayooo, pegang.., nihhh titit Mang Nurdin buat Non Feby…” “seremm mang..” “lho.., koq serem ?? “ “yaaa…,abis gede mang…takut megangnya… “ “yeee.., justru yang gede-gede yang mantap…ayoo dipegang…” Akhirnya dengan memberanikan diri kuulurkan tangan kananku untuk menyentuh batang panjang di selangkangan Mang Nurdin. Nafasku semakin memburu saat telapak tanganku mengelus-ngelus batang kemaluan miliknya yang hangat berkedutan seperti hidup. “dikocok nonnn… “ “glukk.. glukk ceglukkk…” Beberapa kali aku menelan ludah, kuberanikan diriku untuk menggenggam batangnya, sangking besarnya, telapak tanganku tidak sanggup untuk menggenggam penuh batang besar itu, kuremas dan kutekan batangnya ke bawah kemudian kutarik batang mang Nurdin ke atas kemudian kutekan lagi, begitulah gerakan tanganku yang semakin lancar mengocok-ngocok batang kemaluan Mang Nurdin. Aroma khas itu semakin kuat tercium oleh hidungku, kuhirup dalam-dalam nafasku aroma itu. Anehh…rasa pusingku di kepalaku hilang, apakah mang Nurdin mengalami hal yang sama, terbebas dari rasa pusingnya. “Masih pusing mang ??” “Enggak…, kepala Mang Nurdin sudah agak baikan.., “
Mang Nurdin duduk bersandar dengan santai, kedua kakinya mengangkang lebar, posisiku bersujud disamping paha kanannya, tangan kananku mengusap-ngusap lututnya kemudian merayapi paha Mang Nurdin, kutatap dua buah zakarnya, ujung jariku menyentuh buah sebelah kiri, dengan menggunakan jari telunjuk dan jempol aku mencoba mencapit bola itu, ada sesuatu yang keras seperti biji salak. “Auhhh…” “e-eh.., sakit ya mang ??“ Aku buru-buru melepaskan capitanku,rupanya aku terlalu keras mencapit bijinya. “ngilu Feby Sayanggg…” aku hanya tersenyum sambil mengelus kepala kemaluannya, kugenggam dan kukocok-kocok batang kemaluan Mang Nurdin dengan agak kuat, ada lelehan cairan berwarna putih bening yang meleleh dari mulut penisnya, ia menarik dan menekankan kepalaku kearah batang yang mengacung itu. “dukkk.. dukkk dukkkk.. dukkkk…!!” Detakan jantungku semakin menghebat rasanya seperti ada yang menggedor-gedor dadaku dari dalam, aku memejamkan kedua mataku dan membuka mulutku untuk menelan sosis besar yang terasa asin itu. Kututupkan mulutku saat benda itu sudah di dalam, bibirku gemetar saat menjepit batang Mang Nurdin. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam dengan sebatang penis besar yang tertancap di dalam mulutku, kurang lebih 5 menit kemudian kugunakan ujung lidahku untuk menoel-noel mulut penis Mang Nurdin. Ada sebuah sensasi tersendiri saat aku mendengar suara desahan dan erangan Mang Nurdin, aku semakin sering menoel mulut penisnya. “emmmhh. Nyemmmmhhh.. .. mmmhhhh…” Kuhisap-hisap batang mang Nurdin, lidahku semakin berani bergerak memutari kepala penisnya yang berendam di dalam mulutku. Aroma khas itu semakin mengasikkan untukku, bau alat kelamin mang Nurdin membuatku semakin lupa diri, melupakan siapa aku, siapa dia, pokoknya melupakan segalanya. “hisappp terusss, yang kuat…arrrk..Febyyyyy…” Aku tidak mempedulikan saat ia menjambak rambutku, yang ada hanyalah nafsu untuk menghisap-hisap batang besar itu, kuhisap kuat-kuat hingga Mang Nurdin mengerang keenakan. Benda besar itu berkedutan di dalam mulutku,aihh..?? apa ini rasanya ada cairan panas yang mirip dengan jus lidah buaya mengisi rongga mulutku, entah kenapa batang besar itu mengkerut dan terkulai lemah. “uhukk.. uhuekkkk…., uhukkkkk…, uhukkk, huekkk…”
Aku terbatuk sambil memuntahkan cairan sperma Mang Nurdin, ia tersenyum lebar sambil meremas payudaraku sebelah kanan dan meraih tubuhku untuk duduk di atas pangkuannya dalam posisi saling berhadapan. Jarinya menyeka lelehan sperma di bibir dan daguku, cairan sperma yang bau dan kental itu menempel di jari telunjuknya. “duh nonn, sampe belepotan gini…, nih ammm…” Aku menarik kepalaku ke belakang saat jarinya yang berlendir mengejar mulutku. Kugelengkan kepalaku sambil kembali terbatuk dan berdehem, ia ingin agar aku menjilati sisa sperma yang menempel di jari telunjuknya. “nggak mau ah, eneg” “bukan eneg, Non Feby belum biasa aja nelen peju mamang, tar kalau sudah biasa juga malah ketagihan loh…,” “idih.. boro-boro ketagihan.., jijik…” Aku cemberut, sedangkan ia terkekeh sambil menarik kaos T-shirt berwarna coklat muda yang kukenakan hingga terlolos melalui pergelangan tanganku. Tangannya melingkar kebelakang dan melepaskan pengait bra yang kukenakan, perlahan-lahan ia menarik lepas bra yang kukenakan, matanya menatap sayu pada buntalan payudaraku yang sekal padat. “berapa sih seliternya non ?? “ “apaan ?? “ aku masih belum menangkap maksud pertanyaannya. “ini nih , susunya “ ia cengengesan meremas payudaraku. “emang susu sapi…, nihhh..” Kucubit dada Mang Nurdin, untuk memberinya pelajaran. “aaa-aaa…, yee , nyubit…, tar mamang gigit susunya loh..” “aww.., jangann mangg, JANGAN..!! aaa….” Tanganku menahan kepalanya, ia tertawa saat aku menjewer kupingnya. “mang, jangan main gigit-gigitan atuh, gimana sih…, kan sakit.., gimana sih mang Nurdin, ngak kira-kira….dll. dsb dst” “ooopppp… oppppp….” Ia meletakkan jari telunjuknya dibibirku. “buset non .., panjang amat ngomelnya kaya kereta api…” Dengan gemas ia memangut bibirku, aku masih diam karena agak kesal, ia kembali memangut bibirku. Aku masih juga diam, aku menepiskan tangannya yang meremas induk payudaraku, matanya yang mesum bertatapan dengan mataku sebelum akhirnya bibir mang Nurdin kembali hinggap di bibirku. Aku mulai membalas pangutannya, kudesakkan batang lidahku kedalam mulutnya, ia menghisapi batang lidahku, menyenangkan sekali rasanya saat ia menghisapi lidahku dengan rakus. Aku menarik lidahku dengan emutannya, mulut Mang Nurdin langsung mengejar dan mengulum bibirku, kedua tangannya meremas-remas induk payudaraku yang semakin membuntal, ciumannya merambat menjelajahi rahang, dagu, leher, pundak dan bahuku. “aahh.ahhh mangg Nurdhinnnnn.. nnnhhhhhh…” aku merengek keenakan saat ujung lidahnya menjilat puting susuku, ada rasa basah dan rasa hangat yang terasa saat batang lidahnya membasuh puncak payudaraku Aku melenguh pelan, mulutnya mencucup puncak payudaraku dan mengenyot-ngenyot dengan lembut, tangan kiriku memegangi belakang kepala mang Nurdin sementara tangan kananku mengusap-ngusap kepalanya. Bibirku mendesah dan merintih-rintih kecil menikmati hisapan-hisapan mulutnya pada puncak payudaraku. Lumayan lama ia menyusu bergantian di kedua payudaraku, kubiarkan ia mengenyoti susuku sepuas-puasnya.
“nahhh…, sekarang Feby duduk di sini ya…” Aku didudukkannya di atas sofa sedangkan ia berlutut di hadapanku, tangannya menarik turun dan meloloskan celana jeans berwarna biru yang kukenakan. Tinggallah celana dalam berwarna pink yang melekat menutupi bagian terintim dari tubuhku. “Feby sayanggg, mang Nurdin liat memeknya ya….” “jangan mang.., nggak boleh…” aku menolak keinginannya. “ngintip dikit ajaaa.. yaa….” “enggak ahh, enggak…” “Cuma liatt.., nggak akan diapa-apain koq…, boleh ya…” ia terus mendesakku dengan berbagai cara, akhirnya aku mengangguk. “tapi janji ya mang, cuma liat…, ngak boleh pegang-pegang…” aku memastikan lagi janjinya sebelum celana dalamku melorot. “iyaaa…, mang Nurdin janji…..” Aku berusaha menahan kegelisahan saat tangan mang Nurdin merayapi permukaan celana dalamku. Kedua tangannya menarik celana dalamku, kupejamkan kedua mataku saat celana dalamku melorot turun melewati paha, lutut kemudian terjauh di ujung kakiku. “Anjinggg….!!” hanya makian kasar itulah yang keluar dari mulut Mang Nurdin, matanya membeliak memelototi kemolekan vaginaku Kutepiskan tangannya yang merambat naik hendak menjamah permukaan vaginaku, kedua tangan mang Nurdin mencekal pergelangan tanganku yang kiri dan yang kanan. “ee-ehh , MANGG, akhhh tadi.. aww kan tadi janjihh.. ouhhhhh…” Aku terpekik, terkejut setengah mati saat ia membenamkan wajahnya pada vaginaku. Kecupan-kecupannya menjelajahi permukaan vaginaku yang berjembut tipis, aku menarik tanganku dan kutendang bahunya hingga mang Nurdin terjatuh ke belakang “MANG, tadikan mang Nurdin sudah janji ngak akan pegang-pegang…!!” aku sewot karena ia melanggar janjinya. “lhaaa ?? emang mang Nurdin megang-megang memeknya Non Feby..??” Aku terdiam sambil manyun, kata-kata mang Nurdin ada benarnya juga. “tapi manggg Auhh, j-jangannn.. awwww…” Mang Nurdin menyambar pergelangan kakiku kemudian merenggangkan kakiku. “sslllcckk ckk muah muahh, udah lama mamang pengen liat dan nyiumin memek Non Feby, siapa sangka hari ini impian mang Nurdin menjadi kenyataan, muahhh.., cupp cupp muahhh…!!” Tanganku berusaha mendorong kepalanya, kucakar wajahnya hingga pipinya luka tergores oleh kuku-ku. Mang Nurdin malah tertawa. Kedua kakiku melejang-lejang kuat berusaha untuk lepas dari cekalan tangannya. Aku semakin panik dan menjerit keras saat mulutnya terbuka lebar dan mencapluk belahan vaginaku. “MANGGG…!! Auhhhhhhhhhhhh…….!!” Tubuhku tersentak oleh rasa kaget sekaligus rasa nikmat saat ia mengunyah vaginaku, rasanya tubuhku seperti dipanggang oleh rasa nikmat yang selalu kucari-cari dalam khayalan liarku. Entah kenapa tenagaku seperti menguap habis, kedua kakiku berhenti bergerak, punggungku jatuh ke belakang, kepalaku berbaring pada lengan kursi dan tubuhku terbujur dengan kedua kaki dikangkangkan olehnya. .
“nnh nhhhh.!! Nnnnhhhh…, ohhh..?? !! manggg… “ Aku menatap kearah selangkanganku dengan malu kuhentikan rengekanku,rupanya sambil mengerogoti Vaginaku kedua mata mang Nurdin tak pernah lepas mengawasiku, ia semakin hebat menggerogoti vaginaku seakan sedang memaksaku untuk kembali merengek. Aku mencoba bertahan dan terus bertahan, ia menggeram dan memangut-mangut, mengecupi bukit mungil di selangkanganku dengan liar. “ahhhhhhh… nnhh nhhhh..! nnnhhhh… awww…!!” Berkali-kali mulut Mang Nurdin menghisap kuat-kuat vaginaku. Rasa nikmat membuatku terhanyut, tanpa kusadari aku kembali merengek dan mendesah kecil, kupalingkan wajahku ke arah lain. Aku tidak sanggup lagi beradu pandang dengan tatapan matanya yang mesum, bulu kudukku pun berdiri saat mang Nurdin melepaskan kaki kiriku, tangan kanannya kini berusaha menggapai gundukan payudaraku. “ohhhhhh.. aaaaa, ennnhh.. nnnnhhh…!!” Tubuhku menggelepar-gelepar disergap oleh rasa nikmat. Tangannnya mengusap-ngusap puncak payudaraku kemudian mencubit puting susuku yang runcing. Batang lidahnya membasuh jembut tipisku hingga vaginaku terasa hangat dan basah oleh air liurnya. Aku merintih saat mulutnya kembali menangkup belahan vaginaku, ia mengenyot beberapa kali lalu mengunyah belahan vaginaku. Aku semakin tersiksa oleh gairahku yang membara, aku merintih seperti seorang gadis binal yang liar. “ahhhh..!! crrrutttt.. crutttt…” “srruphhh.., nyemmm srrupphhh he he he…srrupphhhh” Mang Nurdin menyeruput cairan vaginaku, di sela suara kekehannya aku dapat mendengar suara seruputan mulutnya. Kutarik nafasku dalam-dalam untuk mengatur detak jantungku yang tak beraturan, tubuhku menggelinjang. “wah Non.., nantangin banget posisinya , wahh…” “ohhhhh, Mangggggg….” Mang Nurdin menangkap payudaraku kemudian ia meremas-remas induk payudaraku.
Kupasrahkan tubuh mungilku untuk digerayangi oleh Mang Nurdin, tengah asik-asiknya ia mengelusi susu, pahaku dan meremas selangkanganku tiba-tiba kami berdua dikejutkan oleh suara seseorang yang membuka pintu pagar rumahku. Tanpa dikomando aku dan mang Nurdin memunguti pakaian kami yang berserakan di atas lantai kemudian berlari kearah anak tangga. “manggg…,cepat keatas mangg…, sembunyi di kamarku..!! aduhh, itu manggg.. itu..bajunya ketinggal…” Dengan cepat ia memungut baju kaosnya yang tertinggal. Aku dan mang Nurdin semakin panik menaiki anak tangga saat mendengar suara langkah-langkah kaki mendekati pintu rumah dan seseorang memutar kuncinya. Cklekk…, aku buru-buru menutupkan pintu kamarku, kami berdua berusaha menenangkan diri, kusuruh mang Nurdin untuk bersembunyi di dalam lemari pakaian. Setelah mengenakan kaos Tshirt dan celana blue jeansku kembali, kurapikan rambutku yang acak-acakan dan kemudian aku turun ke bawah. “ehhh…, Ci Debbie….., koq pulangnya lebih cepat sih ?? biasanya kalau hari sabtu jam 3.30an cici baru pulang he he he he” “iya nihhh…, sebel…, dosennya tadi ngak datang.., mana udah nungguin 1 jam lagi di kantin…, ehh iya , tadi ci ci beli es campur…,gimana ?? dingin ngak ??” Ci Debbie menempelkan kantung plastik di jidatku. Aku tertawa kemudian mengekorinya ke dapur. Ekor mataku melirik ke arah kursi tempat di mana kemesuman itu baru saja terjadi, hahhh?? apa itu?? waduhh gawat.!! celana dalam Mang Nurdin masih tertinggal.
Aku lewat, pura – pura untuk membereskan meja dan Tukkkk…, ujung kakiku menendang celana dalam dekil itu hingga nyungsep ke bawah meja. “Febyyyy….” “iya Cii…, I’m cuming he he he he” “beli di mana sih cii…, enak…^_^” “di jalan xxxx…,baru buka kemarin lusa, kata orang es campurnya lebih enak dari yang dijalan xxxx.., makanya cici nyobain beli empat bungkus.., ehh ternyata bener , enak.., gimana ??” “iya ci lebih enak yang ini lagi, sruuuppphhh.. sruppphhhhh…” “kamu koq keringatan gitu sih??” “hemm ?? agak gerah cii…, cuaca hari ini kan panas menyengat…” “loh, di luar hujan gerimis koq…” “ahh, masaaaa ?? aku ngak tau cii, tadi aku baru bangun tidur… “ “ooo…gitu, srrrupphhh.. sruuppphhhh” Entah kenapa suara sruputan yang terdengar membuatku semakin gelisah. Kukulum senyuman nakalku, kutepiskan segala pikiran kotor itu, dengan terburu-buru kuhabiskan semangkuk es campur yang tersaji diatas meja makan. Aku pura-pura menguap, untuk melepaskan beban nafsu yang tiba-tiba menggunung. “Hoammmm…, Cii…, aku ngantuk.., “ “Hah? nggak salah?? bukannya baru bangun tidur.. ??” “yaaa.., kan ujan ci, paling enak buat tidur he he he…” “iya juga sihhh.. emmmmhhh.., cici juga jadi ngantuk nih…” “sudah ciii.., sini sama Feby aja.., cicikan baru pulang , istirahat gih..” “duhhh.., adikku memang paling baikk muahhhh…, cici bobo dulu yach” Ci Debbie mencium pipiku kemudian ia masuk kekamarnya, setelah mencuci mangkuk. Aku sedikit membuka pintu kamar ci Debbie, ciciku tertidur pulas dibalik bed cover, dengan berjingjit-jingjit aku menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamarku. Bang Nurdin “lagi ngapain mang?“ aku agak tersinggung melihat mang Nurdin tengah mengacak-acak lemariku. “ehhh.., ini Nonn, iniii… “ Aku tersenyum geli, celana dalamku membungkus batang penisnya. “ini nonn, celananya…, maaf , mamang nggak tahan tadi, ini.. eummm” Mang Nurdin mengembalikan celana dalamku ke dalam lemari pakaian. “nggak tahan?? apa yang nggak tahan mang??“ aku menggodanya, kukerlingkan ekor mataku untuk menggodanya.. “aduhhhh, Feby nakal amatttt…” “pssstttt…., bicaranya jangan keras-keras mang, ada Ci Debbie..” “Non Debbie lagi ngapain ?? “ “lagi bobo….” “wah sayang sekali..” Mang Nurdin mendesah kecewa. “Emang napa mang ?? “ “tadinya sih mau mang Nurdin ajakin threesome he he he..” Ia tersenyum saat aku memasang tinjuku didepan wajahnya. Kaus T-shirt dan celana jeansku kembali terlepas akibat kenakalan tangan mang Nurdin.
Dengan mudah mang Nurdin mengambil posisi 69 , tapi anehnya posisi itu dilakukan sambil berdiri. “aduh-duh manggg, jatuh nihh, jatuhhh…” “nggak akannn, kan ada mamang yang pegangin…, pegangan ke pinggul Mang Nurdin.. aja kalau Feby takut jatuh… he he he he…” Kulingkarkan tanganku membelit pinggang mang Nurdin, rasa takut membuat otakku buntu. Aku baru tersadar, wahh, dalam posisi 69 sambil berdiri, ini artinya vaginaku?? Ohhh.., akhhhh, perlahan dan mesra batang lidah mang Nurdin menjilat belahan vaginaku seperti tengah menjilat hidangan terlezat. “wahhh, asekk.asekk.. nyumm sllcckkk sllcckkk.. emmmm, nyott” “adu-duh mangggg…, udah mang, udah.. awww..” “jangan berisik, nanti Non Debbie bangun he he he,, nyummm.. mummmh” Aku menggigit bibir bawahku agar desahan dan rintihan itu tidak keluar dari mulutku. Dalam posisi ini vaginaku menjadi bulan-bulanan mulut Mang Nurdin, kakiku melejang-lejang di atas kepala mang Nurdin karena rasa nikmat. Aku mendesah pelan agar suaraku tidak terdengar keluar kamar, batang lidahnya mengorek-ngorek belahan vaginaku kemudian mengulas-ngulas kerutan duburku. “manggg??” Aku kaget saat ujung lidahnya menekan kerutan anusku. “Bukan cuma memek yang lezat , bool Non juga nikmat rasanya he he he..” “ahhhh.. hmmmpphhh…crrrr crrrrrrrrr” Dengan telapak tangan kututup mulutku saat vaginaku berdenyutan, pahaku menjepit kuat-kuat kepala mang Nurdin. Rasa nikmat mengguyur tubuhku seiring dengan butiran peluhku yang semakin banyak membanjir, kedua tangan ku terkulai terjuntai dengan lemas. Mulut Mang Nurdin menjilati belahan vaginaku dan menyeruputi cairan vaginaku. Aku tambah kelojotan saat mulutnya mengemut bibir vaginaku, berkali-kali aku dibuatnya menggelepar menikmati puncak klimaks hingga tubuhku serasa lemas. “Blukkk…” tubuhku dijatuhkan oleh mang Nurdin keatas ranjang, aku bergulingan menjauhinya, cukup sudah kenikmatan ini kurasakan. Kupeluk gulingku kuat-kuat saat Mang Nurdin naik dan merangkak menghampiriku dengan kasar ia merengut guling yang sedang kupeluk. Aku hanya terdiam saat mulutnya mengejar payudaraku sebelah kiri, aku meringis tertahan, hisapan-hisapannya kini cenderung kasar, mulutnya mencapluk puncak susuku dan mengenyot-ngenyot dengan liar, tangannya menangkup vaginaku dan meremas-remas gundukan mungil selangkanganku..
“hsssshhh. Hssshhhhh…” aku mendesis, aku sudah puas, amat puas malah, namun tampaknya mang Nurdin masih belum puas menikmati tubuhku Kubiarkan ia menggeluti tubuhku yang sudah basah mandi keringat, keringat mang Nurdin bercampur dengan keringatku saat ia menaiki tubuhku dengan posisi wajahnya terbenam di antara belahan payudarakuku. Kurapatkan kedua kakiku rapat-rapat untuk mencegah hal-hal buruk yang kutakutkan. Aku takut oleh batangnya tapi aku juga semakin ingin menghisap benda hitam yang besar dan panjang itu, aku malu untuk mengatakannya, mana mungkin aku meminta langsung kepadanya, lumayan lama mang Nurdin menyusu sambil meremas-remas vaginaku. “kayanya Feby pengen ngisep titit mamang ya…” “ah ?? enggak koq mang…” aku berusaha menyembunyikan hasrat di dadaku, entah bagaimana caranya ia menangkap hasratku yang semakin menggebu-gebu. “enggak mangg, ngak usah , e-ehhh…” Selangkangan Mang Nurdin naik ke wajahku, benda besar itu tergantung dengan indah di hadapan wajahku. “nggak usah bohonggg, mang Nurdin tahu koq, apa yang diinginkan oleh Febyy.., nih mamang kasih titit, tapi inget.., harus ditelen pejunya ya ??” “ha-ufffhhh , hmmm.. mmmm” Aku membuka mulutku saat mang Nurdin menjejalkan batang besar di selangkangannya. Aku meronta saat mang Nurdin menekankan batang hitamnya sedalam mungkin ke dalam mulutku, mataku membeliak dan pandangan mataku agak nanar. Ujung penis mang Nurdin tertanam masuk ke kerongkonganku, aku mencubit-cubit bokong mang Nurdin agar ia mencabut batang kemaluannya, semakin keras cubitanku semakin dalam pula mang Nurdin menanamkan benda besar itu ke dalam mulutku, sayup-sayup aku mendengarnya berkata. “nahhh…, ini yang namanya deepthroat , Feby harus sering belajar supaya biasa..” Aku tidak dapat bernafas dengan sebatang penis yang menancap dikerongkonganku. “Ahaakkk…., uhukkk… uhukkk“ aku menggeleng-gelengkan kepala sambil terbatuk, kedua tanganku menggenggam batang penis mang Nurdin.
Sesekali aku masih terbatuk dan berdehem kecil, kuremas batang miliknya sambil menghisap-hisap ujung benda itu yang bentuknya mirip kepala rudal, kuhisap kuat hingga benda itu memuncratkan cairan sperma didalam mulutku. Aku hendak memuntahkan cairan bau itu namun mang Nurdin melintangkan jari telunjuknya di depan bibirku, disertai sebuah ancaman. “telan…, atau nanti dideepthroat lagi sama mamang..” “glek.. glekk.. glekkk…” aku menelan sperma mang Nurdin, aroma sperma semakin menyengat saat aku berusaha menarik nafas, jari telunjuk dan ibu jari kanannya menekan kedua sisi pipiku , ia memaksa untuk membuka mulutku. “gitu dongg, nih sisanya abisin,he he” Tangan kanannya mengurut-ngurut ujung penisnya, lelehan pejunya yang tersisa masuk kebdalam mulutku, dan aku kembali menelan peju mang Nurdin. “sudah mangggg…cukup…” aku merintih lirih saat ia membalikkan tubuhku. “iyaaa.., sudahhh…, mang Nurdin cuma mau mijitin aja koq, Feby pasti cape..” Ia menduduki bokongku, telapak tangannya bergerak mengurut lembut dari pinggang ke punggung, ahh, rasa pegalku sedikit terobati, aku menari nafasku dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan sesuai dengan instruksi Mang Nurdin. “enak ?? “ “emmm.., enak manggggg…, “ Jari jempolnya menusuk daerah antara pinggang dan gundukan pantatku, kemudian menekan dan memijit-mijit disekitar situ dengan teratur, kedua mataku terpejam-pejam menikmati pijatan – pijatan Mang Nurdin yang merambat mulai dari bokong, pinggang, punggul, lengan, kaki dan merambat naik kembali ke atas ke arah punggung, rasa pegalku yang menyiksa tubuhku terusir oleh pijatannya. “He he he.., Mangggg….” aku terkekeh saat sambil memijat bibir mang Nurdin menggeluti tengkukku Aku merasa nyaman ketika mang Nurdin menindihku dari belakang, entah kenapa aku merasakan rasa aman berada di bawah tindihan tubuhnya yang tinggi besar. Kata-kata kotor dan mesum dibisikkan di telingaku. Kedua tangannya mencari dan menangkap sepasang payudaraku, aku memejamkan mataku menikmati remasan-remasan lembut mang Nurdin. Kami berdua tertidur kelelahan, hari itu terasa begitu indah, hari pertamaku berbugil ria bersama mang Nurdin, polos tanpa selembar benangpun yang menempel di tubuhku dan tubuhnya yang tinggi besar. Aku membalikkan tubuhku dan membalas pelukan mang Nurdin, aku tertidur di bawah tindihan tubuhnya. Aku gelagapan saat HPku berbunyi dengan nyaring, kugeliatkan tubuhku dibalik bed cover, hatiku terasa hangat, sehangat tubuhku ?? ehh.., astaga ada orang yang menindihku, ahhh, gila…,rupanya Mang Nurdin masih menindihku, kutepuk-tepuk pipinya, sambil berbisik keras. “mangg , BANGUNG MANGG…” “euhhh…, emmmhhh..hoaaammm. MMMFFHHH….” “pssstttt. Mangggg…, jangan keras-keras nguapnya…” Kututup mulutnya dengan tanganku, ia menepiskan tanganku kemudian melumat bibirku, sementara tanganku yang satu mulai menggapai-gapai berusaha meraih HPku di atas sebuah meja kecil di samping tempat tidur. Mang Nurdin melepaskan bibirku agar aku dapat menerima telepon. “Hallooo…” “Hi…Feb, lagi ngapain niyy…” “lagi belajar….” “hahh ? ngak salah…?? Shanti terkejut mendengar jawabanku.
“ha ha ha…“ aku hanya tertawa. “ada apa nih Shan, jadi curiga he he he..” Shanti tertawa lepas kemudian menjawab pertanyaanku. “gini Febb…, besok aku sama Airin main ke rumahmu ya…” “mo ngapain ??” “biasa, pinjem internet, he he he he” Aku tersenyum, sambil mendorong kepala mang Nurdin dari dadaku. “yawdahh, jangan lupa ya.., bawa cemilan…” “oceh, siap bossss, si u…thaa” “tha..” Aku buru-buru menutup Hpku. “manggg, Geli tauuuu….” Tangan mang Nurdin menekan Kedua tanganku ke atas kepala, bibirnya mencumbui lekukan ketiakku, menjilat, memangut dan melumatinya. Aku mendesah dan merintih saat batang lidahnya menari menggelitiki ketiakku. “duhhh Feby manisss, mang Nurdin ngaceng lagi nihhh…” “mang , ini sudah malammm…” “justru itu.., tanggung…, mang Nurdin mau sekalian nginep aja ya..” “TOKK.. TOKKK.. TOKKKK… Febyyy, bangun sayanggg, makan malam dulu..” “iyaaa mahhhh, sebentar aku turunn…” Dengan wajah ketakutan mang Nurdin merayap dan bersembunyi ke kolong ranjang, setelah mengenakan pakaian. Aku merapikan rambutku dan menyemprotkan sedikit perfume di bajuku. Aku menahan tawa sambil menutupkan pintu kamarku, entah kenapa geli sekali rasanya melihat mang Nurdin yang menatapku dengan tatapan hornynya dari kolong tempat tidurku Aku turun kebawah menuju ke ruang makan, Papa, mama dan ciciku sudah menungguku, diselingi canda tawa, kami sekeluarga menghabiskan makan malam, obrolanpun berlanjut hingga jam 11.30 malam, jam 11.45, mama mengingatkan kami untuk tidur karena sudah terlalu malam. Aku membawa roti isi keju kedalam kamar, tak lupa kubawa sebotol minuman dingin dari dalam lemari es, dengan lahap mang Nurdin menyantap roti yang kubawa untuknya, glukk. Glukk glukk glukkk, ia menghabiskan sebotol pulpy orangeku. “masih lapar mang ?? “ “sudah cukupp, kenyang…” “mang , Feby mau tidurrr., ngantuk nihhh…” “sebentarrr…, temani mang Nurdin dulu ya…” Mang Nurdin melucuti pakaianku dan kembali menindih tubuhku yang bugil, dengan malas akibat mengantuk aku membalas lumatan-lumatan bibirnya Aku mendesakkan payudaraku ke atas saat ia melakukan hisapan-hisapannya pada puncak payudaraku.
Baca Juga: Cerita Sek Keperawananku Hilang Sebelum Ujian
Gairahku kembali bergejolak, tangan kiriku mengelus-ngelus belakang kepala mang Nurdin yang tengah asik menyusu di buah dadaku yang sekal ranum sementara tangan kananku memeluk lehernya. “ohhhh… mangggg, enakkkk….” aku mendesah sambil membenamkan ke-10 jari kuku-ku pada punggungnya “mamang numpang nyelipin kontol dikit ya…” “tapi jangan dimasukin mang…” “tenang aja.., mang Nurdin janji…” “nggak ..bolehh..!!, harus sumpah dulu….!!” “iya mang Nurdin sumpah, hari ini cuma nyelip dikit dan nyolok bool, besok lusa masukin dikit..ke memek, setelah itu baru mamang ngentotin Feby he he he he” “idihh.., mang Nurdin jorok…” “nah sekarang, sekarang Non ngangkang…,dikit lagi, yang lebar.. nahhh” Aku membuka kedua kakiku mengangkang, aku terperanjat sambil mendorong pinggul mang Nurdin saat merasakan desakan batang penisnya. Ia hanya tersenyum berusaha untuk memberikan rasa tenang untukku sambil merenggangkan kedua kakiku. Kepala penisnya kembali berusaha berendam dalam cepitan bibir vaginaku, lumayan lama ia berkutat dengan batang besarnya, ada rasa geli saat kepala penisnya mengulek-ngulek bibir vaginaku. “ohhhhh…… “ Dengan spontan kedua kakiku menjepit pinggang ######################## Jam 02.00 siang.. “Feb, koq berdiri mulu sih…?? duduk napa ??” Shanti bertanya dengan suara tak jelas, mulutnya penuh dengan pizza. “ah.., ngak usah…, aku sambil berdiri aja…, nyamm..” aku menggigit pizza ditanganku. “agak anek kalo makan sambil berdiri.., kaya kuda…, sini duduk..” Airin menggeser duduknya memberikan ruang untukku. “kebanyakan duduk.., pegel…” aku mencari-cari alasan kupaksakan memasang senyum sambil menahan rasa sakit yang kembali menyengat dianusku, percakapan mulai memanas saat menyempret gambar-gambar panas didunia maya, aku memakai kaus sweater abu muda dengan kerah tinggi untuk menutupi bekas cupangan dileherku.
Seperti yang terjadi hari Sabtu itu, di sebuah tempat yang sepi, sebuah becak sengaja mencegatku hingga aku terpojok, aku menelan ludah. Dari atas sadel becaknya mang Nurdin mengeluarkan sesuatu, benda itu seharusnya tidak boleh terlihat di tempat terbuka yang sangat riskan bagiku dan dirinya, ahhh, benda itu begitu besar dan panjang, jantungku berdetak kencang sambil menatap batangan di selangkangan Mang Nurdin. “Mang Nurdin, apa-apaan sihh…!!, nanti ada yang liatt…!!” “tolong mamang Non, rasanya kepala Mang Nurdin sudah mau pecah…, Kepala ini rasanya pusing sekali Nonn…,silahkan naik Non…, silahkan…” “ayo Naik Nonn….” Karena aku tetap terdiam, Ia turun dari atas sadel becak dan memaksaku untuk naik ke atas becaknya dan mengantarku pulang. Di dalam becak aku termenung, aku sering mengalami gejala yang sama dengan Mang Nurdin, kepala pusing seperti mau pecah, gelisah, resah, seolah-olah ingin berteriak keras-keras untuk melepaskan semua beban berat yang menggunung didadaku, becak mang Nurdin melaju dengan cepat kemudian berhenti di depan rumahku. “turun Non.. “ “tapi mang…, “ “tolong nonnn, sekali ini sajaaa, mamang benar-benar sudah nggak tahan..”
Mang Nurdin memohon kepadaku dengan tatapan mata yang memelas,aku menundukkan wajahku dalam-dalam, setelah merantai roda belakang becaknya pada pagar rumahku ia mengekoriku dari belakang hingga masuk ke dalam rumah dan mendorongku hingga terjengkang di atas kursi sofa panjang di ruangan tamu. Ohhhh….ia memelorotkan celana boxer dan celana dalamnya sekaligus, dengan santai Mang Nurdin memperlihatkan batangnya untukku, ia bahkan menawarkan untuk menyentuh benda itu kepadaku yang sedang menatap batang miliknya. “mau megang non ??” “ehh.., nggak usah mang…, “ “ayooo, pegang.., nihhh titit Mang Nurdin buat Non Feby…” “seremm mang..” “lho.., koq serem ?? “ “yaaa…,abis gede mang…takut megangnya… “ “yeee.., justru yang gede-gede yang mantap…ayoo dipegang…” Akhirnya dengan memberanikan diri kuulurkan tangan kananku untuk menyentuh batang panjang di selangkangan Mang Nurdin. Nafasku semakin memburu saat telapak tanganku mengelus-ngelus batang kemaluan miliknya yang hangat berkedutan seperti hidup. “dikocok nonnn… “ “glukk.. glukk ceglukkk…” Beberapa kali aku menelan ludah, kuberanikan diriku untuk menggenggam batangnya, sangking besarnya, telapak tanganku tidak sanggup untuk menggenggam penuh batang besar itu, kuremas dan kutekan batangnya ke bawah kemudian kutarik batang mang Nurdin ke atas kemudian kutekan lagi, begitulah gerakan tanganku yang semakin lancar mengocok-ngocok batang kemaluan Mang Nurdin. Aroma khas itu semakin kuat tercium oleh hidungku, kuhirup dalam-dalam nafasku aroma itu. Anehh…rasa pusingku di kepalaku hilang, apakah mang Nurdin mengalami hal yang sama, terbebas dari rasa pusingnya. “Masih pusing mang ??” “Enggak…, kepala Mang Nurdin sudah agak baikan.., “
Mang Nurdin duduk bersandar dengan santai, kedua kakinya mengangkang lebar, posisiku bersujud disamping paha kanannya, tangan kananku mengusap-ngusap lututnya kemudian merayapi paha Mang Nurdin, kutatap dua buah zakarnya, ujung jariku menyentuh buah sebelah kiri, dengan menggunakan jari telunjuk dan jempol aku mencoba mencapit bola itu, ada sesuatu yang keras seperti biji salak. “Auhhh…” “e-eh.., sakit ya mang ??“ Aku buru-buru melepaskan capitanku,rupanya aku terlalu keras mencapit bijinya. “ngilu Feby Sayanggg…” aku hanya tersenyum sambil mengelus kepala kemaluannya, kugenggam dan kukocok-kocok batang kemaluan Mang Nurdin dengan agak kuat, ada lelehan cairan berwarna putih bening yang meleleh dari mulut penisnya, ia menarik dan menekankan kepalaku kearah batang yang mengacung itu. “dukkk.. dukkk dukkkk.. dukkkk…!!” Detakan jantungku semakin menghebat rasanya seperti ada yang menggedor-gedor dadaku dari dalam, aku memejamkan kedua mataku dan membuka mulutku untuk menelan sosis besar yang terasa asin itu. Kututupkan mulutku saat benda itu sudah di dalam, bibirku gemetar saat menjepit batang Mang Nurdin. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam dengan sebatang penis besar yang tertancap di dalam mulutku, kurang lebih 5 menit kemudian kugunakan ujung lidahku untuk menoel-noel mulut penis Mang Nurdin. Ada sebuah sensasi tersendiri saat aku mendengar suara desahan dan erangan Mang Nurdin, aku semakin sering menoel mulut penisnya. “emmmhh. Nyemmmmhhh.. .. mmmhhhh…” Kuhisap-hisap batang mang Nurdin, lidahku semakin berani bergerak memutari kepala penisnya yang berendam di dalam mulutku. Aroma khas itu semakin mengasikkan untukku, bau alat kelamin mang Nurdin membuatku semakin lupa diri, melupakan siapa aku, siapa dia, pokoknya melupakan segalanya. “hisappp terusss, yang kuat…arrrk..Febyyyyy…” Aku tidak mempedulikan saat ia menjambak rambutku, yang ada hanyalah nafsu untuk menghisap-hisap batang besar itu, kuhisap kuat-kuat hingga Mang Nurdin mengerang keenakan. Benda besar itu berkedutan di dalam mulutku,aihh..?? apa ini rasanya ada cairan panas yang mirip dengan jus lidah buaya mengisi rongga mulutku, entah kenapa batang besar itu mengkerut dan terkulai lemah. “uhukk.. uhuekkkk…., uhukkkkk…, uhukkk, huekkk…”
Aku terbatuk sambil memuntahkan cairan sperma Mang Nurdin, ia tersenyum lebar sambil meremas payudaraku sebelah kanan dan meraih tubuhku untuk duduk di atas pangkuannya dalam posisi saling berhadapan. Jarinya menyeka lelehan sperma di bibir dan daguku, cairan sperma yang bau dan kental itu menempel di jari telunjuknya. “duh nonn, sampe belepotan gini…, nih ammm…” Aku menarik kepalaku ke belakang saat jarinya yang berlendir mengejar mulutku. Kugelengkan kepalaku sambil kembali terbatuk dan berdehem, ia ingin agar aku menjilati sisa sperma yang menempel di jari telunjuknya. “nggak mau ah, eneg” “bukan eneg, Non Feby belum biasa aja nelen peju mamang, tar kalau sudah biasa juga malah ketagihan loh…,” “idih.. boro-boro ketagihan.., jijik…” Aku cemberut, sedangkan ia terkekeh sambil menarik kaos T-shirt berwarna coklat muda yang kukenakan hingga terlolos melalui pergelangan tanganku. Tangannya melingkar kebelakang dan melepaskan pengait bra yang kukenakan, perlahan-lahan ia menarik lepas bra yang kukenakan, matanya menatap sayu pada buntalan payudaraku yang sekal padat. “berapa sih seliternya non ?? “ “apaan ?? “ aku masih belum menangkap maksud pertanyaannya. “ini nih , susunya “ ia cengengesan meremas payudaraku. “emang susu sapi…, nihhh..” Kucubit dada Mang Nurdin, untuk memberinya pelajaran. “aaa-aaa…, yee , nyubit…, tar mamang gigit susunya loh..” “aww.., jangann mangg, JANGAN..!! aaa….” Tanganku menahan kepalanya, ia tertawa saat aku menjewer kupingnya. “mang, jangan main gigit-gigitan atuh, gimana sih…, kan sakit.., gimana sih mang Nurdin, ngak kira-kira….dll. dsb dst” “ooopppp… oppppp….” Ia meletakkan jari telunjuknya dibibirku. “buset non .., panjang amat ngomelnya kaya kereta api…” Dengan gemas ia memangut bibirku, aku masih diam karena agak kesal, ia kembali memangut bibirku. Aku masih juga diam, aku menepiskan tangannya yang meremas induk payudaraku, matanya yang mesum bertatapan dengan mataku sebelum akhirnya bibir mang Nurdin kembali hinggap di bibirku. Aku mulai membalas pangutannya, kudesakkan batang lidahku kedalam mulutnya, ia menghisapi batang lidahku, menyenangkan sekali rasanya saat ia menghisapi lidahku dengan rakus. Aku menarik lidahku dengan emutannya, mulut Mang Nurdin langsung mengejar dan mengulum bibirku, kedua tangannya meremas-remas induk payudaraku yang semakin membuntal, ciumannya merambat menjelajahi rahang, dagu, leher, pundak dan bahuku. “aahh.ahhh mangg Nurdhinnnnn.. nnnhhhhhh…” aku merengek keenakan saat ujung lidahnya menjilat puting susuku, ada rasa basah dan rasa hangat yang terasa saat batang lidahnya membasuh puncak payudaraku Aku melenguh pelan, mulutnya mencucup puncak payudaraku dan mengenyot-ngenyot dengan lembut, tangan kiriku memegangi belakang kepala mang Nurdin sementara tangan kananku mengusap-ngusap kepalanya. Bibirku mendesah dan merintih-rintih kecil menikmati hisapan-hisapan mulutnya pada puncak payudaraku. Lumayan lama ia menyusu bergantian di kedua payudaraku, kubiarkan ia mengenyoti susuku sepuas-puasnya.
“nahhh…, sekarang Feby duduk di sini ya…” Aku didudukkannya di atas sofa sedangkan ia berlutut di hadapanku, tangannya menarik turun dan meloloskan celana jeans berwarna biru yang kukenakan. Tinggallah celana dalam berwarna pink yang melekat menutupi bagian terintim dari tubuhku. “Feby sayanggg, mang Nurdin liat memeknya ya….” “jangan mang.., nggak boleh…” aku menolak keinginannya. “ngintip dikit ajaaa.. yaa….” “enggak ahh, enggak…” “Cuma liatt.., nggak akan diapa-apain koq…, boleh ya…” ia terus mendesakku dengan berbagai cara, akhirnya aku mengangguk. “tapi janji ya mang, cuma liat…, ngak boleh pegang-pegang…” aku memastikan lagi janjinya sebelum celana dalamku melorot. “iyaaa…, mang Nurdin janji…..” Aku berusaha menahan kegelisahan saat tangan mang Nurdin merayapi permukaan celana dalamku. Kedua tangannya menarik celana dalamku, kupejamkan kedua mataku saat celana dalamku melorot turun melewati paha, lutut kemudian terjauh di ujung kakiku. “Anjinggg….!!” hanya makian kasar itulah yang keluar dari mulut Mang Nurdin, matanya membeliak memelototi kemolekan vaginaku Kutepiskan tangannya yang merambat naik hendak menjamah permukaan vaginaku, kedua tangan mang Nurdin mencekal pergelangan tanganku yang kiri dan yang kanan. “ee-ehh , MANGG, akhhh tadi.. aww kan tadi janjihh.. ouhhhhh…” Aku terpekik, terkejut setengah mati saat ia membenamkan wajahnya pada vaginaku. Kecupan-kecupannya menjelajahi permukaan vaginaku yang berjembut tipis, aku menarik tanganku dan kutendang bahunya hingga mang Nurdin terjatuh ke belakang “MANG, tadikan mang Nurdin sudah janji ngak akan pegang-pegang…!!” aku sewot karena ia melanggar janjinya. “lhaaa ?? emang mang Nurdin megang-megang memeknya Non Feby..??” Aku terdiam sambil manyun, kata-kata mang Nurdin ada benarnya juga. “tapi manggg Auhh, j-jangannn.. awwww…” Mang Nurdin menyambar pergelangan kakiku kemudian merenggangkan kakiku. “sslllcckk ckk muah muahh, udah lama mamang pengen liat dan nyiumin memek Non Feby, siapa sangka hari ini impian mang Nurdin menjadi kenyataan, muahhh.., cupp cupp muahhh…!!” Tanganku berusaha mendorong kepalanya, kucakar wajahnya hingga pipinya luka tergores oleh kuku-ku. Mang Nurdin malah tertawa. Kedua kakiku melejang-lejang kuat berusaha untuk lepas dari cekalan tangannya. Aku semakin panik dan menjerit keras saat mulutnya terbuka lebar dan mencapluk belahan vaginaku. “MANGGG…!! Auhhhhhhhhhhhh…….!!” Tubuhku tersentak oleh rasa kaget sekaligus rasa nikmat saat ia mengunyah vaginaku, rasanya tubuhku seperti dipanggang oleh rasa nikmat yang selalu kucari-cari dalam khayalan liarku. Entah kenapa tenagaku seperti menguap habis, kedua kakiku berhenti bergerak, punggungku jatuh ke belakang, kepalaku berbaring pada lengan kursi dan tubuhku terbujur dengan kedua kaki dikangkangkan olehnya. .
“nnh nhhhh.!! Nnnnhhhh…, ohhh..?? !! manggg… “ Aku menatap kearah selangkanganku dengan malu kuhentikan rengekanku,rupanya sambil mengerogoti Vaginaku kedua mata mang Nurdin tak pernah lepas mengawasiku, ia semakin hebat menggerogoti vaginaku seakan sedang memaksaku untuk kembali merengek. Aku mencoba bertahan dan terus bertahan, ia menggeram dan memangut-mangut, mengecupi bukit mungil di selangkanganku dengan liar. “ahhhhhhh… nnhh nhhhh..! nnnhhhh… awww…!!” Berkali-kali mulut Mang Nurdin menghisap kuat-kuat vaginaku. Rasa nikmat membuatku terhanyut, tanpa kusadari aku kembali merengek dan mendesah kecil, kupalingkan wajahku ke arah lain. Aku tidak sanggup lagi beradu pandang dengan tatapan matanya yang mesum, bulu kudukku pun berdiri saat mang Nurdin melepaskan kaki kiriku, tangan kanannya kini berusaha menggapai gundukan payudaraku. “ohhhhhh.. aaaaa, ennnhh.. nnnnhhh…!!” Tubuhku menggelepar-gelepar disergap oleh rasa nikmat. Tangannnya mengusap-ngusap puncak payudaraku kemudian mencubit puting susuku yang runcing. Batang lidahnya membasuh jembut tipisku hingga vaginaku terasa hangat dan basah oleh air liurnya. Aku merintih saat mulutnya kembali menangkup belahan vaginaku, ia mengenyot beberapa kali lalu mengunyah belahan vaginaku. Aku semakin tersiksa oleh gairahku yang membara, aku merintih seperti seorang gadis binal yang liar. “ahhhh..!! crrrutttt.. crutttt…” “srruphhh.., nyemmm srrupphhh he he he…srrupphhhh” Mang Nurdin menyeruput cairan vaginaku, di sela suara kekehannya aku dapat mendengar suara seruputan mulutnya. Kutarik nafasku dalam-dalam untuk mengatur detak jantungku yang tak beraturan, tubuhku menggelinjang. “wah Non.., nantangin banget posisinya , wahh…” “ohhhhh, Mangggggg….” Mang Nurdin menangkap payudaraku kemudian ia meremas-remas induk payudaraku.
Kupasrahkan tubuh mungilku untuk digerayangi oleh Mang Nurdin, tengah asik-asiknya ia mengelusi susu, pahaku dan meremas selangkanganku tiba-tiba kami berdua dikejutkan oleh suara seseorang yang membuka pintu pagar rumahku. Tanpa dikomando aku dan mang Nurdin memunguti pakaian kami yang berserakan di atas lantai kemudian berlari kearah anak tangga. “manggg…,cepat keatas mangg…, sembunyi di kamarku..!! aduhh, itu manggg.. itu..bajunya ketinggal…” Dengan cepat ia memungut baju kaosnya yang tertinggal. Aku dan mang Nurdin semakin panik menaiki anak tangga saat mendengar suara langkah-langkah kaki mendekati pintu rumah dan seseorang memutar kuncinya. Cklekk…, aku buru-buru menutupkan pintu kamarku, kami berdua berusaha menenangkan diri, kusuruh mang Nurdin untuk bersembunyi di dalam lemari pakaian. Setelah mengenakan kaos Tshirt dan celana blue jeansku kembali, kurapikan rambutku yang acak-acakan dan kemudian aku turun ke bawah. “ehhh…, Ci Debbie….., koq pulangnya lebih cepat sih ?? biasanya kalau hari sabtu jam 3.30an cici baru pulang he he he he” “iya nihhh…, sebel…, dosennya tadi ngak datang.., mana udah nungguin 1 jam lagi di kantin…, ehh iya , tadi ci ci beli es campur…,gimana ?? dingin ngak ??” Ci Debbie menempelkan kantung plastik di jidatku. Aku tertawa kemudian mengekorinya ke dapur. Ekor mataku melirik ke arah kursi tempat di mana kemesuman itu baru saja terjadi, hahhh?? apa itu?? waduhh gawat.!! celana dalam Mang Nurdin masih tertinggal.
Aku lewat, pura – pura untuk membereskan meja dan Tukkkk…, ujung kakiku menendang celana dalam dekil itu hingga nyungsep ke bawah meja. “Febyyyy….” “iya Cii…, I’m cuming he he he he” “beli di mana sih cii…, enak…^_^” “di jalan xxxx…,baru buka kemarin lusa, kata orang es campurnya lebih enak dari yang dijalan xxxx.., makanya cici nyobain beli empat bungkus.., ehh ternyata bener , enak.., gimana ??” “iya ci lebih enak yang ini lagi, sruuuppphhh.. sruppphhhhh…” “kamu koq keringatan gitu sih??” “hemm ?? agak gerah cii…, cuaca hari ini kan panas menyengat…” “loh, di luar hujan gerimis koq…” “ahh, masaaaa ?? aku ngak tau cii, tadi aku baru bangun tidur… “ “ooo…gitu, srrrupphhh.. sruuppphhhh” Entah kenapa suara sruputan yang terdengar membuatku semakin gelisah. Kukulum senyuman nakalku, kutepiskan segala pikiran kotor itu, dengan terburu-buru kuhabiskan semangkuk es campur yang tersaji diatas meja makan. Aku pura-pura menguap, untuk melepaskan beban nafsu yang tiba-tiba menggunung. “Hoammmm…, Cii…, aku ngantuk.., “ “Hah? nggak salah?? bukannya baru bangun tidur.. ??” “yaaa.., kan ujan ci, paling enak buat tidur he he he…” “iya juga sihhh.. emmmmhhh.., cici juga jadi ngantuk nih…” “sudah ciii.., sini sama Feby aja.., cicikan baru pulang , istirahat gih..” “duhhh.., adikku memang paling baikk muahhhh…, cici bobo dulu yach” Ci Debbie mencium pipiku kemudian ia masuk kekamarnya, setelah mencuci mangkuk. Aku sedikit membuka pintu kamar ci Debbie, ciciku tertidur pulas dibalik bed cover, dengan berjingjit-jingjit aku menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamarku. Bang Nurdin “lagi ngapain mang?“ aku agak tersinggung melihat mang Nurdin tengah mengacak-acak lemariku. “ehhh.., ini Nonn, iniii… “ Aku tersenyum geli, celana dalamku membungkus batang penisnya. “ini nonn, celananya…, maaf , mamang nggak tahan tadi, ini.. eummm” Mang Nurdin mengembalikan celana dalamku ke dalam lemari pakaian. “nggak tahan?? apa yang nggak tahan mang??“ aku menggodanya, kukerlingkan ekor mataku untuk menggodanya.. “aduhhhh, Feby nakal amatttt…” “pssstttt…., bicaranya jangan keras-keras mang, ada Ci Debbie..” “Non Debbie lagi ngapain ?? “ “lagi bobo….” “wah sayang sekali..” Mang Nurdin mendesah kecewa. “Emang napa mang ?? “ “tadinya sih mau mang Nurdin ajakin threesome he he he..” Ia tersenyum saat aku memasang tinjuku didepan wajahnya. Kaus T-shirt dan celana jeansku kembali terlepas akibat kenakalan tangan mang Nurdin.
Dengan mudah mang Nurdin mengambil posisi 69 , tapi anehnya posisi itu dilakukan sambil berdiri. “aduh-duh manggg, jatuh nihh, jatuhhh…” “nggak akannn, kan ada mamang yang pegangin…, pegangan ke pinggul Mang Nurdin.. aja kalau Feby takut jatuh… he he he he…” Kulingkarkan tanganku membelit pinggang mang Nurdin, rasa takut membuat otakku buntu. Aku baru tersadar, wahh, dalam posisi 69 sambil berdiri, ini artinya vaginaku?? Ohhh.., akhhhh, perlahan dan mesra batang lidah mang Nurdin menjilat belahan vaginaku seperti tengah menjilat hidangan terlezat. “wahhh, asekk.asekk.. nyumm sllcckkk sllcckkk.. emmmm, nyott” “adu-duh mangggg…, udah mang, udah.. awww..” “jangan berisik, nanti Non Debbie bangun he he he,, nyummm.. mummmh” Aku menggigit bibir bawahku agar desahan dan rintihan itu tidak keluar dari mulutku. Dalam posisi ini vaginaku menjadi bulan-bulanan mulut Mang Nurdin, kakiku melejang-lejang di atas kepala mang Nurdin karena rasa nikmat. Aku mendesah pelan agar suaraku tidak terdengar keluar kamar, batang lidahnya mengorek-ngorek belahan vaginaku kemudian mengulas-ngulas kerutan duburku. “manggg??” Aku kaget saat ujung lidahnya menekan kerutan anusku. “Bukan cuma memek yang lezat , bool Non juga nikmat rasanya he he he..” “ahhhh.. hmmmpphhh…crrrr crrrrrrrrr” Dengan telapak tangan kututup mulutku saat vaginaku berdenyutan, pahaku menjepit kuat-kuat kepala mang Nurdin. Rasa nikmat mengguyur tubuhku seiring dengan butiran peluhku yang semakin banyak membanjir, kedua tangan ku terkulai terjuntai dengan lemas. Mulut Mang Nurdin menjilati belahan vaginaku dan menyeruputi cairan vaginaku. Aku tambah kelojotan saat mulutnya mengemut bibir vaginaku, berkali-kali aku dibuatnya menggelepar menikmati puncak klimaks hingga tubuhku serasa lemas. “Blukkk…” tubuhku dijatuhkan oleh mang Nurdin keatas ranjang, aku bergulingan menjauhinya, cukup sudah kenikmatan ini kurasakan. Kupeluk gulingku kuat-kuat saat Mang Nurdin naik dan merangkak menghampiriku dengan kasar ia merengut guling yang sedang kupeluk. Aku hanya terdiam saat mulutnya mengejar payudaraku sebelah kiri, aku meringis tertahan, hisapan-hisapannya kini cenderung kasar, mulutnya mencapluk puncak susuku dan mengenyot-ngenyot dengan liar, tangannya menangkup vaginaku dan meremas-remas gundukan mungil selangkanganku..
“hsssshhh. Hssshhhhh…” aku mendesis, aku sudah puas, amat puas malah, namun tampaknya mang Nurdin masih belum puas menikmati tubuhku Kubiarkan ia menggeluti tubuhku yang sudah basah mandi keringat, keringat mang Nurdin bercampur dengan keringatku saat ia menaiki tubuhku dengan posisi wajahnya terbenam di antara belahan payudarakuku. Kurapatkan kedua kakiku rapat-rapat untuk mencegah hal-hal buruk yang kutakutkan. Aku takut oleh batangnya tapi aku juga semakin ingin menghisap benda hitam yang besar dan panjang itu, aku malu untuk mengatakannya, mana mungkin aku meminta langsung kepadanya, lumayan lama mang Nurdin menyusu sambil meremas-remas vaginaku. “kayanya Feby pengen ngisep titit mamang ya…” “ah ?? enggak koq mang…” aku berusaha menyembunyikan hasrat di dadaku, entah bagaimana caranya ia menangkap hasratku yang semakin menggebu-gebu. “enggak mangg, ngak usah , e-ehhh…” Selangkangan Mang Nurdin naik ke wajahku, benda besar itu tergantung dengan indah di hadapan wajahku. “nggak usah bohonggg, mang Nurdin tahu koq, apa yang diinginkan oleh Febyy.., nih mamang kasih titit, tapi inget.., harus ditelen pejunya ya ??” “ha-ufffhhh , hmmm.. mmmm” Aku membuka mulutku saat mang Nurdin menjejalkan batang besar di selangkangannya. Aku meronta saat mang Nurdin menekankan batang hitamnya sedalam mungkin ke dalam mulutku, mataku membeliak dan pandangan mataku agak nanar. Ujung penis mang Nurdin tertanam masuk ke kerongkonganku, aku mencubit-cubit bokong mang Nurdin agar ia mencabut batang kemaluannya, semakin keras cubitanku semakin dalam pula mang Nurdin menanamkan benda besar itu ke dalam mulutku, sayup-sayup aku mendengarnya berkata. “nahhh…, ini yang namanya deepthroat , Feby harus sering belajar supaya biasa..” Aku tidak dapat bernafas dengan sebatang penis yang menancap dikerongkonganku. “Ahaakkk…., uhukkk… uhukkk“ aku menggeleng-gelengkan kepala sambil terbatuk, kedua tanganku menggenggam batang penis mang Nurdin.
Sesekali aku masih terbatuk dan berdehem kecil, kuremas batang miliknya sambil menghisap-hisap ujung benda itu yang bentuknya mirip kepala rudal, kuhisap kuat hingga benda itu memuncratkan cairan sperma didalam mulutku. Aku hendak memuntahkan cairan bau itu namun mang Nurdin melintangkan jari telunjuknya di depan bibirku, disertai sebuah ancaman. “telan…, atau nanti dideepthroat lagi sama mamang..” “glek.. glekk.. glekkk…” aku menelan sperma mang Nurdin, aroma sperma semakin menyengat saat aku berusaha menarik nafas, jari telunjuk dan ibu jari kanannya menekan kedua sisi pipiku , ia memaksa untuk membuka mulutku. “gitu dongg, nih sisanya abisin,he he” Tangan kanannya mengurut-ngurut ujung penisnya, lelehan pejunya yang tersisa masuk kebdalam mulutku, dan aku kembali menelan peju mang Nurdin. “sudah mangggg…cukup…” aku merintih lirih saat ia membalikkan tubuhku. “iyaaa.., sudahhh…, mang Nurdin cuma mau mijitin aja koq, Feby pasti cape..” Ia menduduki bokongku, telapak tangannya bergerak mengurut lembut dari pinggang ke punggung, ahh, rasa pegalku sedikit terobati, aku menari nafasku dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan sesuai dengan instruksi Mang Nurdin. “enak ?? “ “emmm.., enak manggggg…, “ Jari jempolnya menusuk daerah antara pinggang dan gundukan pantatku, kemudian menekan dan memijit-mijit disekitar situ dengan teratur, kedua mataku terpejam-pejam menikmati pijatan – pijatan Mang Nurdin yang merambat mulai dari bokong, pinggang, punggul, lengan, kaki dan merambat naik kembali ke atas ke arah punggung, rasa pegalku yang menyiksa tubuhku terusir oleh pijatannya. “He he he.., Mangggg….” aku terkekeh saat sambil memijat bibir mang Nurdin menggeluti tengkukku Aku merasa nyaman ketika mang Nurdin menindihku dari belakang, entah kenapa aku merasakan rasa aman berada di bawah tindihan tubuhnya yang tinggi besar. Kata-kata kotor dan mesum dibisikkan di telingaku. Kedua tangannya mencari dan menangkap sepasang payudaraku, aku memejamkan mataku menikmati remasan-remasan lembut mang Nurdin. Kami berdua tertidur kelelahan, hari itu terasa begitu indah, hari pertamaku berbugil ria bersama mang Nurdin, polos tanpa selembar benangpun yang menempel di tubuhku dan tubuhnya yang tinggi besar. Aku membalikkan tubuhku dan membalas pelukan mang Nurdin, aku tertidur di bawah tindihan tubuhnya. Aku gelagapan saat HPku berbunyi dengan nyaring, kugeliatkan tubuhku dibalik bed cover, hatiku terasa hangat, sehangat tubuhku ?? ehh.., astaga ada orang yang menindihku, ahhh, gila…,rupanya Mang Nurdin masih menindihku, kutepuk-tepuk pipinya, sambil berbisik keras. “mangg , BANGUNG MANGG…” “euhhh…, emmmhhh..hoaaammm. MMMFFHHH….” “pssstttt. Mangggg…, jangan keras-keras nguapnya…” Kututup mulutnya dengan tanganku, ia menepiskan tanganku kemudian melumat bibirku, sementara tanganku yang satu mulai menggapai-gapai berusaha meraih HPku di atas sebuah meja kecil di samping tempat tidur. Mang Nurdin melepaskan bibirku agar aku dapat menerima telepon. “Hallooo…” “Hi…Feb, lagi ngapain niyy…” “lagi belajar….” “hahh ? ngak salah…?? Shanti terkejut mendengar jawabanku.
“ha ha ha…“ aku hanya tertawa. “ada apa nih Shan, jadi curiga he he he..” Shanti tertawa lepas kemudian menjawab pertanyaanku. “gini Febb…, besok aku sama Airin main ke rumahmu ya…” “mo ngapain ??” “biasa, pinjem internet, he he he he” Aku tersenyum, sambil mendorong kepala mang Nurdin dari dadaku. “yawdahh, jangan lupa ya.., bawa cemilan…” “oceh, siap bossss, si u…thaa” “tha..” Aku buru-buru menutup Hpku. “manggg, Geli tauuuu….” Tangan mang Nurdin menekan Kedua tanganku ke atas kepala, bibirnya mencumbui lekukan ketiakku, menjilat, memangut dan melumatinya. Aku mendesah dan merintih saat batang lidahnya menari menggelitiki ketiakku. “duhhh Feby manisss, mang Nurdin ngaceng lagi nihhh…” “mang , ini sudah malammm…” “justru itu.., tanggung…, mang Nurdin mau sekalian nginep aja ya..” “TOKK.. TOKKK.. TOKKKK… Febyyy, bangun sayanggg, makan malam dulu..” “iyaaa mahhhh, sebentar aku turunn…” Dengan wajah ketakutan mang Nurdin merayap dan bersembunyi ke kolong ranjang, setelah mengenakan pakaian. Aku merapikan rambutku dan menyemprotkan sedikit perfume di bajuku. Aku menahan tawa sambil menutupkan pintu kamarku, entah kenapa geli sekali rasanya melihat mang Nurdin yang menatapku dengan tatapan hornynya dari kolong tempat tidurku Aku turun kebawah menuju ke ruang makan, Papa, mama dan ciciku sudah menungguku, diselingi canda tawa, kami sekeluarga menghabiskan makan malam, obrolanpun berlanjut hingga jam 11.30 malam, jam 11.45, mama mengingatkan kami untuk tidur karena sudah terlalu malam. Aku membawa roti isi keju kedalam kamar, tak lupa kubawa sebotol minuman dingin dari dalam lemari es, dengan lahap mang Nurdin menyantap roti yang kubawa untuknya, glukk. Glukk glukk glukkk, ia menghabiskan sebotol pulpy orangeku. “masih lapar mang ?? “ “sudah cukupp, kenyang…” “mang , Feby mau tidurrr., ngantuk nihhh…” “sebentarrr…, temani mang Nurdin dulu ya…” Mang Nurdin melucuti pakaianku dan kembali menindih tubuhku yang bugil, dengan malas akibat mengantuk aku membalas lumatan-lumatan bibirnya Aku mendesakkan payudaraku ke atas saat ia melakukan hisapan-hisapannya pada puncak payudaraku.
Baca Juga: Cerita Sek Keperawananku Hilang Sebelum Ujian
Gairahku kembali bergejolak, tangan kiriku mengelus-ngelus belakang kepala mang Nurdin yang tengah asik menyusu di buah dadaku yang sekal ranum sementara tangan kananku memeluk lehernya. “ohhhh… mangggg, enakkkk….” aku mendesah sambil membenamkan ke-10 jari kuku-ku pada punggungnya “mamang numpang nyelipin kontol dikit ya…” “tapi jangan dimasukin mang…” “tenang aja.., mang Nurdin janji…” “nggak ..bolehh..!!, harus sumpah dulu….!!” “iya mang Nurdin sumpah, hari ini cuma nyelip dikit dan nyolok bool, besok lusa masukin dikit..ke memek, setelah itu baru mamang ngentotin Feby he he he he” “idihh.., mang Nurdin jorok…” “nah sekarang, sekarang Non ngangkang…,dikit lagi, yang lebar.. nahhh” Aku membuka kedua kakiku mengangkang, aku terperanjat sambil mendorong pinggul mang Nurdin saat merasakan desakan batang penisnya. Ia hanya tersenyum berusaha untuk memberikan rasa tenang untukku sambil merenggangkan kedua kakiku. Kepala penisnya kembali berusaha berendam dalam cepitan bibir vaginaku, lumayan lama ia berkutat dengan batang besarnya, ada rasa geli saat kepala penisnya mengulek-ngulek bibir vaginaku. “ohhhhh…… “ Dengan spontan kedua kakiku menjepit pinggang ######################## Jam 02.00 siang.. “Feb, koq berdiri mulu sih…?? duduk napa ??” Shanti bertanya dengan suara tak jelas, mulutnya penuh dengan pizza. “ah.., ngak usah…, aku sambil berdiri aja…, nyamm..” aku menggigit pizza ditanganku. “agak anek kalo makan sambil berdiri.., kaya kuda…, sini duduk..” Airin menggeser duduknya memberikan ruang untukku. “kebanyakan duduk.., pegel…” aku mencari-cari alasan kupaksakan memasang senyum sambil menahan rasa sakit yang kembali menyengat dianusku, percakapan mulai memanas saat menyempret gambar-gambar panas didunia maya, aku memakai kaus sweater abu muda dengan kerah tinggi untuk menutupi bekas cupangan dileherku.