Cerita Seks, cerita panas, cerita dewasa, cerita mesum, cerita seru, Cerita Sex, Skandal Seks, skandal panas, skandal mesum, ngentot memek, memek sempit, ngentot sedarah, memek abg, ngentot janda, cerita pemerkosaan, cerita pijet plus plus, Cerita Seks Sedarah! Keperkasaan Ayahku
Saya yakni anak tunggal. Ibuku yaitu satu orang perempuan yg patuh aturan & agak keras sedangkan ayahku
kebalikannya bahkan dapat dikatakan bahwa ayah dibawah bendera ibu. Dapat dikatakan ibulah yg lebih
mengatur segala-galanya dalam keluarga. Tapi, walau ibu keras, diluar hunian saya termasuk juga cewek
bandel & tidak jarang tukar-tukar si sayang, pastinya tidak dengan sepengetahuan ibuku.
Tetapi sebuah diwaktu, kepada kala saya duduk di kelas 2 SMA, ibuku bertolak mengahdiri nenek yg sakit di kampung. Ia dapat tinggal di sana tatkala 2 pekan. Hatiku bersorak. Saya bakal dapat bebas di hunian. Tidak dapat ada yg memaksa-maksa utk menggali ilmu. Saya pun bebas pulang sore. Seandainya Ayah, yah.. ia senantiasa kerja hingga nyaris tengah malam.
Pulang sekolah, saya menggandeng pacarku, Anton, ke hunian. Saya telah sekian banyak kali mengadakan jalinan
kelamin dengannya. Namun jalinan tersebut tak sempat betul-betul nikmat. Senantiasa dilakukan buru-
buru maka saya tak sempat orgasme. Saya penasaran, gimana sih nikmatnya orgasme?
Singkat narasi, saya & Anton telah berada di area tengah. Kami merasa bebas. Jam tetap menunjukkan
angka 3 : 00 sedangkan ayah senantiasa pulang pukul enam melalui. So, pass saat buat memuaskan berahi. Kami
duduk di sofa. Anton bersama cepat melumat bibirku. Kurasakan hangatnya bibirnya. “Ah..” kurangkul
tanganku ke lehernya. Ciumannya makin dalam. Waktu Ini lidahnya yg mempermainkan lidahku. Tangannya juga
mulai sejak main di ke-2 bukitku. Saya memang lah terangsang.
Aku sudah bisa merasakan bahwa vaginaku sudah mulai basah. Segera kujulurkan tanganku ke perut
bawahnya. Aku merasakan bahwa daerah itu sudah bengkak dan keras. Kucoba membuka reitsleting celananya
tapi agak susah. Dengan segera Anton membukakannya untukku. Bagai tak ingin membuang waktu, secara
bersamaan, aku pun membuka kemeja sekolahku sekaligus BH-ku tapi tanpa mengalihkan perhatianku pada
Anton. Kulihat segera sesudah CD Anton lepas, senjatanya sudah tegang, siap berperang.
Kami berpelukan lagi. Kali ini, tanganku bebas memegang burungnya. Tidak begitu besar, tapi cukup
keras dan berdiri dengan tegangnya. Kuelus-elus sejenak. Kedua telurnya yang dibungkus kulit yang
sangat lembut, sungguh menimbulkan sensasi tersendiri saat kuraba dengan lembut. Penisnya kemerah-
merahan, dengan kepala seperti topi baja. Di ujungnya berlubang. Kukuakkan lubang kecil itu, lalu
kujulurkan ujung lidahku ke dalam. Anton melenguh. Expresi wajahnya membuatku semakin bergairah.
“Ah..” kumasukkan saja batang itu ke mulutku. Anton melepaskan celana dalamku lalu mempermainkan
vaginaku dengan jarinya. Terasa sentuhan jarinya diantara kedua bibir kemaluanku. Dikilik-kiliknya
klitorisku. Aku makin bernafsu. Kuhisap batangnya. Kujilati kepala penisnya, sambil tanganku
mempermainkan telurnya dengan lembut. Kadang kugigit kulit telurnya dengan lembut.
“Nit, pindah di lantai saja yuk, lebih bebas!” Tanpa menunggu jawabanku, dia sudah menggendongku dan
membaringkanku di lantai berkarpet tebal dan bersih. Dibukanya rok abu-abuku, yang tinggal satu-
satunya melekat di tubuhku, demikian juga kemejanya. Sekarang aku dan dia betul-betul bugil. Aku makin
menyukai suasana ini. Kutunggu, apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Ternyata Anton naik ke atas
tubuhku dengan posisi terbalik, 69. Dikangkangkannya pahaku. Selanjutnya yang kurasakan adalah
jilatan-jilatan lidahnya yang panas di permukaan vaginaku. Bukan itu saja, klitorisku dihisapnya,
sesekali lidahnya ditenggelamkannya ke lubangku. Sementara batangnya tetap kuhisap. Aku sudah tidak
tahan lagi.
“Ton, ayo masukin saja.” “Sebentar lagi Nitt.” “Ah.. aku nggak tahan lagi, aku mau batangmu, please!”
Anton memutar haluan. Digosok-gosokannya kepala penisnya sebentar lalu.. “Bless..” batang itu masuk
dengan mantap. Tak perlu diolesi ludah untuk memperlancar, vaginaku sudah banjir. Amboy, nikmat
sekali. Disodok-sodok, maju mundur.. maju mundur. Aku tidak tinggal diam. Kugoyang-goyang juga
pantatku. Kadang kakiku kulingkarkan ke pinggangnya.
Tiba-tiba, “Ah.. aku keluar..” Dicabutnya penisnya dan spermanya berceceran di atas perutku. “Shit!
Sama saja, aku belum puas, dia sudah muntah,” rungutku dalam hati. Tapi aku berpikir, “Ah, tak
mengapa, babak kedua pasti ada.” Dugaanku meleset. Anton berpakaian. “Nit, sorry yah.. aku baru ingat.
Hari ini rupanya aku harus latihan band, udah agak telat nih,” dia berpakaian dengan buru-buru. Aku
betul-betul kecewa. “Kurang ajar anak ini. Dasar egois, emangnya aku lonte, cuman memuaskan kamu
saja.” Aku betul-betul kecewa dan berjanji dalam hati tak akan mau main lagi dengannya. Karena kesal,
kubiarkan dia pergi. Aku berbaring saja di sofa, tanpa mempedulikan kepergiannya, bahkan aku berbaring
dengan membelakanginya, wajahku kuarahkan ke sandaran sofa.
Kemudian aku mendengar suara langkah mendekat. “Ngapain lagi si kurang ajar ini kembali,” pikirku.
Tapi aku memasang gaya cuek. Kurasakan pundakku dicolek. Aku tetap cuek. “Nita!” Oh.. ini bukan suara
Anton. Aku bagai disambar petir. Aku masih telanjang bulat. “Ayah!” aku sungguh-sungguh ketakutan,
malu, cemas, pokoknya hampir mati. “Dasar bedebah, rupanya kamu sudah biasa main begituan yah. Jangan
membantah. Ayah lihat kamu bersetubuh dengan lelaki itu. Biar kamu tahu, ini harus dilaporkan sama
ibumu.” Aku makin ketakutan, kupeluk lutut ayahku, “Yah.. jangan Yah, aku mau dihukum apa saja, asal
jangan diberitahu sama orang lain terutama Mama,” aku menangis memohon.
Tiba-tiba, ayah mengangkatku ke sofa. Kulihat wajahnya makin melembut. “Nit, Ayah tahu kamu tidak puas
barusan. Waktu Ayah masuk, Ayah dengar suara-suara desahan aneh, jadi Ayah jalan pelan-pelan saja, dan
Ayah lihat dari balik pintu, kamu sedang dientoti lelaki itu, jadi Ayah intip aja sampai siap
mainnya.” Aku diam aja tak menyahut. “Nit, kalau kamu mau Ayah puasin, maka rahasiamu tak akan
terbongkar.” “Sungguh?” Ayah tak menjawab, tapi mulutnya sudah mencium susuku. Dijilatinya permukaan
payudaraku, digigitnya pelan-pelan putingku. Sementara tangannya sudah menjelajahi bagian bawahku yang
masih basah. Ayah segera membuka bajunya. Langsung seluruhnya. Aku terkejut. Kulihat penis ayahku jauh
lebih besar, jauh lebih panjang dari penis si Anton. Tak tahu aku berapa ukurannya, yang jelas
panjang, besar, mendongak, keras, hitam, berurat, berbulu lebat. Bahkan antara pusat dan kemaluannya
juga berbulu halus. Beda benar dengan Anton. Melihat ini saja aku sudah bergetar.
Kemudian Aku didudukkannya di sofa. Pahaku dibukanya lebar-lebar. Dia berlutut di hadapanku lalu
kepalanya berada diantara kedua pangkal pahaku. Tiba-tiba lidah hangat sudah menggesek ke dalam
vaginaku. Aduh, lidah ayahku menjilati vaginaku. Dia menjilat lebih lihai, lebih lembut. Jilatannya
dari bawah ke atas berulang-ulang. Kadang hanya klitorisku saja yang dijilatinya. Dihisapinya, bahkan
digigit-gigit kecil. Dijilati lagi. Dijilati lagi. “Oh.. oh.. enak, Yah di situ Yah, enak, nikmat
Yah,” tanpa sadar, aku tidak malu lagi mendesah jorok begitu di hadapan ayahku. Ayah “memakan”
vaginaku cukup lama. Tiba-tiba, aku merasakan nikmat yang sangat dahsyat, yang tak pernah kumiliki
sebelumnya.
“Oh.. begini rupanya orgasme, nikmatnya,” aku tiba-tiba merasa lemas. Ayah mungkin tahu kalau aku
sudah orgasme, maka dihentikannya menjilat lubang kewanitaanku. Kini dia berdiri, tepat di hadapan
hidungku, penisnya yang besar itu menengadah. Dengan posisi, ayah berdiri dan aku duduk di sofa,
kumasukkan batang ayahku ke mulutku. Kuhisap, kujilat dan kugigit pelan. Kusedot dan kuhisap lagi.
Begitu kulakukan berulang-ulang. Ayah ikut menggoyangkan pantatnya, sehingga batangnya terkadang masuk
terlalu dalam, sehingga bisa kurasakan kepala penisnya menyentuh kerongkonganku. Aku kembali sangat
bergairah merasakan keras dan besarnya batang itu di dalam mulutku. Aku ingin segera ayah memasuki
lubangku, tapi aku malu memintanya. Lubangku sudah betul-betul ingin “menelan” batang yang besar dan
panjang.
Tiba-tiba ayah menyeruhku berdiri. “Mau main berdiri ini,” pikirku. Rupanya tidak. Ayah berbaring di
sofa dan mengangkatku ke atasnya. “Masukkan Nit!” ujar Ayah. Kuraih batang itu lalu kuarahkan ke
vaginaku. Ah.. sedikit sakit dan agak susah masuknya, tapi ayah menyodokkan pantatnya ke depan. “Aduh
pelan-pelan, Ayah.” Lalu berhenti sejenak, tapi batang itu sudah tenggelam setengah akibat sodokan
ayah tadi. Kugoyang perlahan. Dengan perlahan pula batang itu semakin masuk dan semakin masuk.
Ajaibnya semakin masuk, semakin nikmat. Lubang vaginaku betul-betul terasa penuh. Nikmat rasanya.
Karena dikuasai nafsu, rasa maluku sudah hilang. Kusetubuhi ayahku dengan rakus. Ekspresi ayahku makin
menambah nafsuku. Remasan tangan ayahku di kedua payudaraku semakin menimbulkan rasa nikmat. Kogoyang
pantatku dengan irama keras dan cepat.
Tiba-tiba, aku mau orgasme, tapi ayah berkata, “Stop! Kita ganti posisi. Kamu nungging dulu.” “Mau apa
ini?” pikirku. Tiba-tiba kurasakan gesekan kepala penis di permukaan lubangku kemudian.. “Bless..”
batang itu masuk ke lubangku. Yang begini belum pernah kurasakan. Anton tak pernah memperlakukanku
begini, begitu juga Muklis, lelaki yang mengambil perawanku. Tapi yang begini ini rasanya selangit.
Tak terkatakan nikmatnya. Hujaman-hujaman batang itu terasa menggesek seluruh liang kewanitaanku,
bahkan hantaman kepala penis itupun terasa membentur dasar vaginaku, yang membuatku merasa semakin
nikmat. Kurasakan sodokan ayah makin keras dan makin cepat. Perasaan yang kudapat pun makin lama makin
nikmat. Makin nikmat, makin nikmat, dan makin nikmat.
Tiba-tiba, “Auh..oh.. oh..!” kenikmatan itu meladak. Aku orgasme untuk yang kedua kalinya. Hentakan
ayah makin cepat saja, tiba-tiba kudengar desahan panjangnya. Seiring dengan itu dicabutnya penisnya
dari lubang vaginaku. Dengan gerakan cepat, ayah sudah berada di depanku. Disodorkannya batangnya ke
mulutku. Dengan cepat kutangkap, kukulum dan kumaju-mundurkan mulutku dengan cepat. Tiba-tiba
kurasakan semburan sperma panas di dalam mulutku. Aku tak peduli. Terus kuhisap dan kuhisap. Sebagian
sperma tertelan olehku, sebagian lagi kukeluarkan, lalu jatuh dan meleleh memenuhi daguku. Ayah
memelukku dan menciumku, “Nit, kapan-kapan, kalau nggak ada Mama, kita main lagi yah.” Aku tak
menjawab. Sebagai jawaban, aku menggelayut dalam pelukan ayahku. Yang jelas aku pasti mau. Dengan
pacarku aku tak pernah merasakan orgasme. Dengan ayah, sekali main orgasme dua kali. Siapa yang mau
menolak?
Simak Juga: Akhirnya Aku Berani Ngentot Bersama Ibuku
Sesudah itu asal ada kesempatan, kami melakukannya lagi. Sementara mama masih sering marah, dengan
nada tinggi, berusaha mengajarkan disiplin. Biasanya aku diam saja, pura-pura patuh. Padahal suaminya,
yang menjadi ayahku itu, sering kugeluti dan kunikmati. Beginilah kisah permainanku dengan ayahku yang
pendiam, tetapi sangat pintar di atas ranjang.